Pengertian
Sebagian besar diantara kita memiliki pikiran yang tidak dikehendaki dari
waktu ke waktu, dan sebagian besar diantara kita memiliki dorongan pada saat
ini atau kelak untuk melakukan perilaku tertentu yang memalukan atau bahkan
berbahaya. Namun, hanya sedikit diantara kita yang menderita gangguan obsesif-kkompulsif (Obsesive
Compulsive Dosorder-OCD), suatu gangguan anxietas dimana pikiran dipenuhi
dengan pikiran yang menetap dan tidak dapat dikendalikan dan individu dipaksa
untuk terus-menerus mengulang tindakan tertentu, menyebabkan distress yang
signifikan dan mengganggu keberfungsian sehari-hari
Jika anda pernah memiliki pikiran yang tampaknya tidak
dapat anda hilangkan dari kesadaran, maka anda telah memiliki insight mengenai
pengalaman yang disebut dengan obsesi
(obssesion) pikiran yang berulang dan
menetap, implus-implus, atau dorongan yang menyebabkan kecemasan.
Orang dengan
obsesi menyadari fakta bahwa kognisi ini muncul dari pola pikir mereka yang
terganggu dan mereka dengan putus asa berusaha untuk mengabaikan atau menekan
pikiran yang mengganggu ini atau mencoba untuk menetralkan pikiran tersebut
dengan melakukan suatu tindakan atau mencoba untuk memikirkan hal lain.
Untuk dapat memahami pikiran obsesif, pikirkan saat anda
mengaalami perselisihan pendapat dengan seseorang yang penting dalam hidup
anda, ketika perselisihan tersebut terus anda ingat dalam pikiran anda selama
berjam-jam, bahkan berhari-hari setelahnya. Bahkan, meskipun anda mencoba untuk
mengalihkan pikiran anda pada permasalahan lain, anda menyadari bahwa pikiran
anda terus mengingat kembali perselisihan tersebut. Mungkin anda mencoba dengan
putus asa untuk menghilangkan pikiran ini dengan melakukan aktivitas yang dapat
mengalihkan perhatian anda. Kalikanlah intensitas pengalaman ini berkali lipat,
pengalaman ini anda alami hampir setiap hari, dan anda akan mengetahui
pengalaman orang dengan obsesi klinis.
Banyak orang dengan obsesi berjuang dengan kompulsi. Kompulsi (compulsion) adalah
perilaku atau tindakan mental repretitif yang mana seseorang merasa didorong
untuk melakukannya dengan tujuan untuk mengurangi ketegangan yang disebabkan
oleh pikiran-pikiran obsesif atau untuk mencegah terjadinya suatu bencana.
Aktivitas tersebut tidak berhubungan secara realistis dengan tujuan yang ada atau
jelas berlebihan.Tidak seperti obsesi yang dapat menyebabkan kecemasan,
kompulsi dilakukan sebagai usaha untuk mengurangi kecemasan atau stres.
Jadi dapat disimpulkan
penyakit Obsesif-kompulsif ditandai dengan adanya obsesi dan kompulsi. Obsesi adalah gagasan, khayalan atau
dorongan yang berulang, tidak di inginkan dan menggagu. Kompulsi adalah desakan atau paksaan untuk melakukan sesuatu yang
akan meringankan rasa tidak nyaman dan kecemasan akibat obsesi.
Penderita gangguan ini mungkin
telah berusaha untuk melawan pikiran-pikiran menganggu tersebut yang timbul
secara berulang-ulang akan tetapi tidak mampu menahan dorongan melakukan
tindakan berulang untuk memastikan segala sesuatunya baik-baik saja.
Karakteristik
Ganguan Obsesif Kompulsif
Obsesi dan kompulsi yang terjadi
menjadi ciri khas OCD sangat berpengaruh terhadap kehidupan yang menjebak
individu dalam siklus yang menimbulkan stres dan kecemasan yang mempengaruhi
pikiran dan prilaku. Simtom OCD sangat menghabiskan waktu, irasional, dan dapat
mengalihkan perhatian serta individu merasa putus asa berharap dapat
menghentikannya. Anda dapat membayangkan perasaan stres bagi orang yang
pikirannya dipenuhi kekhawatiran mengenai kontaminasi (misalnya kuman),
keraguan (misalnya meninggalkan gas dalam keadaan menyala), atau agresi
(misalnya ketakutan dapat menyakiti orang lain). Obsesi juga berupa
keragu-raguan ekstrem, proktastinasi, dan ketidak tegasan.
Dalam beberapa hal pikiran
obsesif sama dengan kekhawatiran yang menjadi ciri gangguan anxietas menyeluruh.
Gangguan ini penuh “bagaimana jika” —kekhawatiran berulang yang berlebihan
tentang kemungkinan terjadinya peristiwa negatif yang tidak mungkin. Perbedaan
diantara kedua gangguan tersebut biasanya adalah para penderita OCD mengalami
kekawatiran mereka sebagai “ego alien” atau “ego distonik”. Yaitu mereka
menganggap pikiran tersebut sebagai sesuatu yang dimasukkan dari luar diri dan
sangat tidak masuk akal., dan jika terdapat perilaku kompulsif kemungkinan
seseorang mengalami gangguan delusional atau bahkan mungkin skizofrenia..
Kita sering kali mendengar
orang-orang yang digambarkan sebagai penjudi kompulsif, pelahap makanan
kompulsif, dan peminum kompulsif. Banyak individu yang dapat saja menuturkan
memiliki dorongan yang tidak dapat ditahan untuk berjudi, makan, dan minum
alkohol, namun perilaku semacam itu secara klinis tidak dianggap sabagai suatu
kompulsi karena sering kali dilakukan dengan perasaan senang. Kompulsi yang
sebenarnya sering dianggap oleh perilaku sebagai sesuatu yang tidak berasal dari
dirinya (ego distonik).
Gangguan obsesif-kompulsif
berbeda dengan gangguan kepribadian obsesif kompulsif (obsessive-compulsive personality disorder). Individu dengan
gangguan kepribadian obsesif kompulsif adalah individu yag kaku dan pencemas
yang tidak fleksibel yang tidak memperlihatkan pola pikir dan prilaku yang
ekstrem yang menjadi ciri khas orang dengan gangguan obsesif kompulsif.
Misalnya, seorang pria dengan gangguan kepribadian obsesif kompulsif mungkin
memiliki sistem klasifikasi yang kaku dalam mengatur bukunya dan marah apabila
seseorang meletakan bukunya di tempat yang salah. Sebaliknya orang dengan
gangguan obsesif kompulsif mungkin memiliki kompulsi untuk memeriksa berulang
kali urutan buku yang telah disusunnya di rak untuk memastikan buku-buku
tersebut tidak dipindahkan. Jika terjadi sesuatu yang menggagu kebiasaanya
dalam memeriksa buku-buku, maka ia merasakan stres yang sangat besar. Seperti
yang dapat anda simak, ada beberapa hubungan di antara kedua gangguan tersebut,
tetapi juga terdapat bebrapa perbedaan yang penting. Hanya sekitar sepertiga
dari penderita OCD yang juga mamahami gangguan kepribadian obsesif kompulsif
(Coles dkk., 2007).
Penyebab Obsesif Kompulsif
- Genetik
- (Keturunan). Mereka yang mempunyai anggota keluarga yang mempunyai
sejarah penyakit ini kemungkinan beresiko mengalami OCD (Obsesif
Compulsive Disorder).
- Organik – Masalah organik seperti
terjadi masalah neurologi dibagian - bagian tertentu otak juga merupakan
satu faktor bagi OCD. Kelainan saraf seperti yang disebabkan oleh
meningitis dan ensefalitis juga adalah salah satu penyebab OCD.
- Kepribadian - Mereka yang
mempunyai kepribadian obsesif lebih cenderung mendapat gangguan OCD.
Ciri-ciri mereka yang memiliki kepribadian ini ialah seperti keterlaluan
mementingkan aspek kebersihan, seseorang yang terlalu patuh pada
peraturan, cerewet, sulit bekerja sama dan tidak mudah mengalah.
- Pengalaman
masa lalu -
Pengalaman masa lalu/lampau juga mudah mencorakkan cara seseorang
menangani masalah di antaranya dengan menunjukkan gejala OCD.
- Gangguan
obsesif-kompulsif erat kaitan dengan depresi atau riwayat
kecemasan sebelumnya. Beberapa gejala penderita obsesif-kompulsif
seringkali juga menunjukkan
- Konflik - Mereka yang
mengalami gangguan ini biasanya menghadapi konflik jiwa yang berasal dari
masalah hidup. Contohnya hubungan antara suami-istri, di tempat kerja,
keyakinan diri.
Etiologi
Kita beralih ke pembahasan mengenai
pandangan psikoanalisis, behavioral, kognitif, dan biologis terhadap etiologi
gangguan obsesif kompulsif.
Teori psikoanalisi. Dalam teori
psikoanalisis, obsesi dan kompulsi dipandang sebagai hal yang sama, yang
disebabkan oleh dorongan instingtual, seksual, atau agresif yang tidak dapat
dikendalikan karena toilet training
yang terlalu keras. Yang bersangkutan kemudian terfiksasi pada tahap anal.
Sintom-sintom yang muncul dianggap mencerminkan hasil perjuangan antara id dan
mekanisme pertahanan; kadangkala insting agrasif id mendominasi, kadangkala
mekanisme pertananan yang mendominasi. Namun demikian, lebih sering
sintom-sintom yang muncul mencerminkan bekerjanya salah satu mekanisme
pertahanan yang hanya separuh berhasil. Sebagai contoh, seseorang yang terfiksasi pada tahap anal dapat melalui
formasi reaksi menahan dorongan untuk berkotor-kotor dan secara kompulsig
menjadi rapi, bersih, dan teratur.
Alfred Adler (1931) memandang gangguan
obsesif kompulsif sebagai akibat dari rasa tidak kompeten. Dia percaya bahwa
ketika anak-anak tidak terdorong untuk mengembangkan suatu perasaan kompeten
oleh orang tua yang terlalu memanjakan atau sangat dominan. Mereka mengalami
kompleks inferioritas dan secara tidak sadar dapat melakukan ritual kompulsif
untuk menciptakan suatu wilayah dimana mereka dapat menggunakan kendali dan
merasa trampil. Adler berpendapat bahwa tindakan kompulsif memungkinkan
seseorang sangat terapil dalam suatu hal,
bahkan jika suatu hal itu hanya berupa posisi menulis di meja.
Teori Behavior dan Kognitif. Teori behavior
menganggap kompulsi sebagai sesuatu yang dipelajari yang dikuatkan oleh reduksi
rasa takut (meyer &chesser, 1970). Mencuci tangan secara kompulsi dipandang
sebagai respon pelarian operant yang
mengurangi kekhawatiran obsesional dan ketakutan terhadap kontaminasi oleh
kotoran dan kuman. Sejalan dengan itu, pengecekan secara kompulsif dapat
mengurangi kecemasan terhadap apapun bencana yang diantisipasi pasien jika
ritual pengecekan tersebut tidak dilakukan. Kecemasan sebagaimana diukur
melalui self report (Hudgson &
Rachman, 1972) dan respon-respon psikofisiologis (Carr, 1971) memang dapat
dikurangi dengan perilaku kompulsif semacam itu. Dalam kerangka kerja ini,
tindakan kompulsi sangat sering muncul karena stimuli yang menimbulkan
kecemasan sulit disadari. Sebagai contoh, sulit untuk mengetahui kapan kuman
muncul dan kapan kuman tersebut telah dihilangkan oleh ritual pembersihan
(mineka & Zimbarg, 1996).
Pemikiran lain mengenai pengecekan
secara kompulsif adalah bahwa hal itu disebabkan oleh defisit memori.
Ketidakmampuan untuk mengingat suatu tindakan secara akurat (seperti mematikan
kompor) atau membedakan antara perilaku aktual dan perilaku yang dibayangkan
(“mungkin saya hanya berfikir telah mematikan kompor”) dapat membuat seseorang
berulang kali melakukan pengecekan. Namum demikian, sebagian besar studi
menemukan bahwa penderita OCD, gangguan panik, dan orang-orang normal pada tes
mengenai informasi umum. Tidak ada perbedaan diantara ketiga kelompok dalam
jumlah jawaban benar. Namun demikian, para pasien penderita OCD kurang yakin
dengan jawaban mereka dibanding kelompok normal (Dar dkk., 2000). Dengan
demikian bila memori relevan dengan OCD, tampaknya hanya merupakan masalah
keyakinan terhadap memori seseorang dan bukan memori itu sendiri.
Faktor Biologis. Encefalitis, cedera
kepala, dan tumor otak diasosiasikan dengan terjadinya gangguan
obsesif-kompulsif (Jenike, 1986). Ketertarikan difokuskan pada dua area otak
yang dapat terpengaruh oleh trauma semacam itu, yaitu lobus frontal dan ganglia
basalis, serangkaian nukleisub-kortikal termasuk caudate, putamen, globus pallidus, dan amygdala. Studi pemindaian
dengan PET menunjukkan peningkatan aktivasi pada lobus frontalis pasien OCD, mungkin mencerminkan kekhawatiran
mereka yang terlebih terhadap pikiran mereka sendiri. Fokus pada ganglia
basalis, suatu sistem yang berhubungan dengan pengendalian perilaku motorik,
disebabkan oleh relevansinya dengan kompulsi dan juga dengan hubungan antara
OCD dan sindrome tourrete. Sindrom Tourette ditandai oleh tics motorik dan
vokal dan dikaitkan dengan disfungsi ganglia
basalis. Pasien yang menderita Tourette sering kali juga menderita OCP (Sheppard
dkk., 1999). Gangguan obsesif kompulsif sering kali dipahami sebagai
gangguan genetik (Jonnal, Gardner, Prescott, & Kendler, 2000; Pato,
Schindler, & Pato, 2001) yang merefleksikan abnormalitas dalam basal
ganglia, area subkortikal pada otak yang melibatkan pengendalian general
motorik. Secara spesifik, sistem yang melibatkan glutamat, dopamin, serotonin,
dan asetikolin dapat terlibat, mempengaruhi fungsi dari korteks prafrontal
(Carlsson, 2001). Oleh karena itu, sirkuit pada otak yang menghubungkan daerah
subkortikal dan kortikal yang berfungsi untuk menghambat prilaku tampaknya
bekerja secara abnormal pada gangguan ini (Saxena & Rauch, 2000).
Salah satu
penjelasan yang mungkin adalah OCD disebabkan oleh suatu sistem neurotransmiter
yang berpasangan sengan serotonin; bila dipengaruhi antidepresian, sistem serotonin menyebabkan perubahan pada sistem
lain tersebut, yang merupakan lokasi sebenarnya dari efek terapeutik (Barr
dkk., 1994). Dopamin dan setikolin diperkirakan merupakan
transmiter yang berpasangan dengan serotonin dan memiliki peran yang lebih
penting dalam GOK (Rauch & Jenike, 1993).
Terdapat
beberapa bukti atas kontribusi genetik pada OCD. Tingkat kejadian gangguan
anxietas yang tinggi muncul pada kerabat tingkat pertama pasien penderita OCD (McKeon
& Murray, 1987). Prevalensi OCD juga lebih tinggi pasa kerabat tibgkat
pertama kasus-kasus OCD dibanding pada kerabat kelompok kontrol (Nestadt dkk.,
2000). Dengan demikian, merupakan suatu kemungkinan bahwa faktor-faktor
biologis memicu terjadinya gangguan ini pada sementara orang.
Prevalensi
Prevalensi
sepanjang hidup gangguan obsesif kompulsif berkisar 2,5% dan sedikit lbih
banyak terjadi pada perempuan di banding laki-laki (karno & Goldin, 1991;
Karno dkk., 1998; Stein dkk., 1997). Usia onset gangguan ini tampaknya bimodal,
yaitu terjadi sebelum usia sepuluh tahun atau pada akhir remaja atau awal masa
dewasa (conceicao do rosario-Campos dkk., 2001). Gangguan ini juga dilaporkan
terjadi pada anak-anak berusia dua tahun (rapoort, swedo, & Leonardo,
1992). Diantara kasus-kasus terjadinya gangguan pada usia yang lebih dewasa,
GOK sering kalo dialami setelah kejadian yang penuh stes, seperti kehamilan,
melahirkan, konflik keluarga, atau kesulitan di pekerjaan (klinglen, 1970).
Kemunculan pada
usia muda lebih banyak terjadi pada laki-laki dan berkaitan dengan kompulsi
membersihkan (Noshirvani dkk., 1991). Dalam suatu episode depresi, para pasien
kadang-kadang mengalami gangguan obsesif-kompulsif dan depresi yang signifikan
sering ditemukan pada pasien obsesive-kompulsif (Karno dkk., 1998; Rachman
& Hudgson, 1980). Gangguan obsesif kompulsif juga menunjukan komorbiditas
dengan gangguan anxietas lain, terutama dengan gangguan panik dan fobia (Austin
dkk., 1990), dan dengan berbagai gangguan kepribadian (Baer dkk., 1990;
Mavissikalian, Hammen & Jones, 1990).
Konsekuensi yang
sering terjadi pada gangguan obsesif-kompulsif adalah efek negatif terhadap
hubungan dengan orang lain, terutama anggota keluarga. Orang-orang yang
terbebani kebutuhan yang tidak dapat ditahan untuk mencuci tangan setiap
sepuluh menit, atau menyentuh setiap pegangan pintu yang mereka lalui, atau
menghitung setiap keping kramik di lantai kamar mandi kemungkinan menimbulkan kekhawatiran
bahkan kemarahan pada pasangan, anak-anak, teman, bahkan rekan-rekan kerja. Dan
perasaan antagonistik yang dialami oleh orang-orang dekat tersebut kemungkinan
tercampur dengan rasa bersalah karena pada tingkat tertentu mereka memahami
bahwa orang tersebut benar-benar tidak dapat menahan dirinya untuk melakukan
hal-hal yang tidak masuk akal tersebut.
Efek yang tidak
dikehendaki pada orang lain, pada akhirnya, akan menambah konsekuensi negatif,
menimbulkan perasaan depresi dan kecemasan enyeluruh pada penderita
obsesif-kompulsif dan menjadi awal deteriorasi yang lebih buruk dalam hubungan
pribadi. Karena alasan itu para terapis keluarga (Hafner, 1982; Hafner dkk.,
1981) berpendapat bahwa gangguan obsesif kompulsif kadang kala tertanam dalam
ketegangan perkawinan dan pada kenyataannya mengganti konflik terbuka dalam
perkawinan. Hipotesis spekulatif ini memperingatkan untuk mempertimbangkan
terapi pasangan dan juga terapi individual.
BERBAGAI PERILAKU GANGGUAN YANG SERING
TERJADI :
- Membersihkan
atau mencuci tangan
- Memeriksa
atau mengecek
- Menyusun
- Mengkoleksi
atau menimbun barang
- Menghitung
atau mengulang pikiran yang selalu muncul (obsesif)
- Takut
terkontaminasi penyakit/kuman
- Takut
membahayakan orang lain
- Takut
salah
- Takut
dianggap tidak sopan
- Perlu
ketepatan atau simetri
- Bingung
atau keraguan yang berlebihan.
- Mengulang berhitung berkali-kali (cemas akan kesalahan pada urutan
bilangan)
Teori dan
Treatmen
Gangguan obsesif kompulsif merupakan salah
satu masalah psikologis yang paling sulit ditangani, sebagai contoh, studi
tindak lanjut yang berlangsung selama 40 tahun menunjukan bahwa hanya 20%
pasien yang sembuh total (Skoog & Skoog, 1999). Aliran terapeutik utama
memiliki dampak yang berbeda terhadap gangguan yang sulit ini. Namun, terlepas dari
jenis dan cara penanganannya, para pasien OCD jarang memperoleh kesembuhan.
Walau berbagai macam intervensi dapat mengakibatka perbaikan signifikan,
kecenderungan obsesif kompulsif biasanya tetap ada hingga satu titik tertentu,
walaupun dalam kontrol yang lebih besar dan dengan penampakan yang lebih
sedikit dalam gaya hidup pasien (White & Cole, 1990
Individu dengan OCD memiliki
pikiran dan perilaku yang tidak dapat mereka kendalikan, seolah-olah struktur
otak mereka yang berhubungan dengan proses ini bekerja terus menerus, berusaha
untuk mengendalikan pikiran dan perilaku tersebut. Sejalan dengan scan PET,
individu dengan OCD telah meningkatkan tingkat aktivitas pada pusat otak
kendali motorik dari bangsal ganglia dan lobus frontal (leocani dkk., 2001;
Mataix-Cols dkk., 2004).
Gangguan lainnya yang melibatkan
abnormalitas neurokimia yang sama, juga berhubungan dengan gangguan obsesif
kompulsif yang berada pada suatu kontinum atau spektrum (Stein, 2000). Spektrum
ini mencakup jangkauan yang luas dari gangguan yang meliputi disosiasi,
somatisasi, hipokondriasis, gangguan makan, judi yang bersifat patologis,
gangguan kepribadian borderline, dan
gangguan yang berhubungan dengan implus yang tidak dapat dikendalikan, seperti
menarik rambut, mencubit wajah, belanja yang bersifat kompulsi, dan judi
(Bellodi dkk., 2001). Ada juga kemungkinan hubungan antara OCD dan sindrom tourette (dibahas lebih
mendetai pada bab 11), ketika individu menunjukan pola simtom motorik yang abnormal, seperti kedipan
yang tidak dapat dikendalikan, mengucapkan sesuatu, dan ekspresi muka
menyeringai. Katika gangguan ini saling tumpang tindih, maka gambaran sintom
cenderung tampak lebih parah dibandingkan jika satu kondisi yang didiagnosis
(Coffey dkk., 1998). Akan tetapi, kecemasan adalah gambaran yang unik dalam gangguan obsesif kompulsif,
bahkan diantara orang-orang yang memiliki sintom seperti toutette (Cath dkk., 2001).
Sama pentingnya dengan konsep
biologis adalah pemahaman dan treatmen OCD, tetapi konsep tersebut tidak
memberikan penjelasan yang lengkap dan spesifik perilaku menambahkan dimensi
yang penting. Ahli teori yang berorientasi pada perilaku telah lama memusatkan
perhatiannya pada kemungkinan bahwa sintom OCD menjadi semakin kuat melalui
proses pengondisian , ketika perilaku mereka diasosiasikan dengan pelepasan
kecemasan yang bersifat sementara.
Perspektif kognitif-perilaku
memusatkan perhatian pada pola pikir maladaptif yang memberikan kontribusi
terhadap perkembangan dan menetapnya simtom OCD. Individu dengan OCD mungkin
berekasi secara berlebihan terhadap peristiwa yag menimbulkan kecemasan yang
terjadi di lingkungannya (Kumari dkk., 2001). Diasumsikan bahwa klien dengan
ngangguan ini merasa terganggu dengan pikiran yang berhubungan dengan kebutuhan
untuk menciptakan kesempurnaan. Adanya keyakinan bahwa mereka bertanggung jawab
atas kerugian yang dialami oleh orang lain, dan merasa khawatir terhadap
kemungkinanterjadinya bahaya (Jones & Menzies, 1997;Salkovskis dkk., 2000;
Shafran, 1997). Mereka kemudian bergulat dengan gambaran yang mengganggu yang
berhubungan dengan pikiran-pikiran tersebut dan mencoba untuk melakukan represi
atau menghilangkannya dengan melakukan ritual komplusi. Semakin mereka mencoba
untuk melakukan represi terhadap pikiran-pikiran tersebut, semakin besar
ketidak nyamanan yang mereka rasakan dan ketidakmampuannya dalam menghentikan
pikiran tersebut.
Treatment
intervensi yang paling berpeluang
dalam menangani individu dengan gangguan obsesif kompulsif bersumber pada
pendekatan biologis dan psikologis yang biasanya dikombinasikan dengan treatmen
yang integral (Jenike, 2004). Sejauh ini tretment yang klomipramina (clomipramine) atau pengobatan yang
berfungsi menghambat serotonin, seperti fluoxetine (Prozac) atau sertraline
(Zoloft) telah terbukti sebagai pengobatn biologis yang paling efektif yang
tersedia bagi gangguan obsesif kompulsif (Foa dkk., 2005). Kegembiraan yang
diakibatkan adanya cerita sukses terhadap penggunaan pengobatan ini telah
mengarahkan pada perkembangan pengobatan yang terbaru yang telah menunjukan
hasil yang menjanjikan bagi individu yang tidak berespon dengan klomipramina
atau fluoxetine.
Sebagian besar klinisi
merekomendasikan intervensi psikologis dibandingkan dengan pemakaian obat atau
sebagai pelengkap treatmen (Foster & Eisler, 2001). Misalnya, menghentikan
pikiran direkomendasikan untuk membantu beberapa klien untuk mengurangi pikiran
yang bersifat obsesi, jika dihadapkan pada situasi yang memancing munculnya
ritual kompulsi dan obsesi. Respon pencegahan juga dapat digunakan yang
mengarahkan klinisi meminta klien untuk berhenti melakukan seluruh prilaku kompulsinya
atau dalam beberapa tahap (Salkovskis & Westbrook, 1989). Beberapa ahli
menganjurkan treatmen yang menghadapkan individu secara langsung terhadap
obsesi yang ditakuti (exposure)
maupun pencegahan ritual yang mengikuti obsesi (Franklin dkk., 2000, (steketee,
1998) menjelaskan bahwa exposure
membantu mengurangi kecemasan terhadap obsesi, sementara pencegahan respon
mengendalikan ritual individu. Sebagai contoh, Steketee menggambarkan treatment
nya pada seorang waniita yang secara kompulsif memeriksa tepi baju dan kancing
dari pakaian anaknya karena terobsesi dengan gagasan irasional bahwa jumlah dan
aktivitas tertentu berhubungan dengan setan. Steketee membantu kliennya dalam
mengenali ide obsesifnya dan ritual yang menyertainya; informasi tersebut
digunakan untuk menyusun hierarki peningkatan situasi obsesi dan ritual yang
dihubungkan dengannya. Situasi spesifik-seperti memasang kancing baju pada anak
atau memiliki pemikiran yang menimbulkan kemarahan pada anaka atau bahkan
membaca mengenai setan atau iblis-dipilih untuk dihadapkan langsung kepada
klien. Setiap langkah yang dilakukan, klien memberikan persetujuannya untuk
tidak melakukan ritual apapun, seperti memeriksa atau mengulang yang sebelumnya
hal tersebut dapat menghilangkan kecemasannya. Dalam usaha untuk membuat wanita
tersebut merasa nyaman dalam kesulitannya yang besar dalam berhadapan dengan
kata yang diasosiasikan dengan setan, wanita tersebut melakukan berbagai hal
tang menarik yang berhubungan dengan objek yang ditakutinya, ia mulai menyajikan
devil’s fod cake (kue yang penuh
dengan coklat) dan deviled egg (telur
yang penuh dengan bumbu), juga menuliskan kata iblis dan setan pada buku
pertemuannya. Meskipun tidak ada pengobatan yang terjadi secara cepat dan
ajaib, selama beberapa waktu, wanita tersebut merasa mengalami peningkatan
sebesar 80 hingga 90 persen dibandingkan saat pertama dia datang untuk
menjalani treatment.
Sayangnya pada beberapa orang,
baik intervensi farmakologi ataupun psikoterapi tidak membantu individu. Pada
kasus ekstem yang melibatkan orang dengn simtom melumpuhkan dapat dilakukan intervensi
radikal seperti psikosurgeri. Singulotomi melibatkan pembedahan yang dengan
teliti dilakukan pada cingulate bundle,
suatu area pada sistem limbik yang di implikasikan oleh peneliti berpengaruh
terhadap perkembangan perilaku kecemasan dan kompulsi. Tengkorak kepala
dilubangi dengan lubang kecil dengan diameter kurang dari 2cm, kemudian secara
hati-hati diletakan elektroda pada setiap cingulate bundle. Penempatan yang tepat
kadang diuji dengan tampilan resonansi magnetik.