Kamis, 18 Juli 2013

growing

3 aspek utama yang pngaruhi semua aspek perkembangan psikologis remaja scr universal :
1.       Biologis (timbulnya pubertas)
2.       Kognitif (lebih banyak kemampuan berfikir yg lebih maju)
3.       Sosial (transisi ke dalam peran baru dlm masyarakat)

Transisi biologis
·         Pubertas adl terjadinya perubahan2 dlm penampilan fisik remaja
·         Perlu adaptasi n stressor bagi remaja
·         Pubertas membuat remaja merasa menarik

Transisi kognitif
·         Lebih maju berfikir ttg kemungkinan. Hypothetical situation (meramalkan kejadian yg blm terjadi)
·         Lbh mampu berfikir abstrak
·         Lbh sering berfikir ttg proses berfikir
·         Menjadi multidimensional (“apa yg terjadi jika…”)
·         Mmungkinkan remaja melihat sesuatu sbg relatif drpd absolut

Transisi sosial
Lingkungan keluarga, teman n masyarakat sudah mulai mengembangkan “harapan n tugas2 baru”

Aspek Kepribadian Remaja
Teori : trait n factor teories, lalu menjadi the big five personality : conscientiousness(ambisius), Agreeableness (santai sabar), Neoroticm (cenderung sress. Reaktif), Openess experience (terima ide), Exraversion (suka interaksi dgn org lain)

Kepribadian adl pola perilaku, pikiran, n emosi. Kadang merujuk pd karakter yg paling unik.
Karakter sifat trait teori:
a.       Sifat adalah kecenderungan pikiran, perasaan, dan perilaku yg bertahan selama wktu ttu
b.      Sifat tdk bisa dilihat dr perilaku 1x nampak krn lebih dipengarui situasi
c.       Sifat cenderung dinamis
d.      Kualitas sifaat bertahan lama nampak dlm prilaku2 yg beda2 yg nampak slama rentang wktu hidup dewasa
e.      Sifat tdk murni genetis
f.        Sifat berguna u meramalkan karakteristik umum

SELF ESTEEM REMAJa
yaitu harga diri: bagaimana individu merasa tentang dirinya
2 bentuk self esteem
1.       Barometric self esteem
adl berapa besar perasaan tentang diri kita sendiri berfluktuasi secara tepat, dri waktu ke waktu
berfluktuasi selama SD ke SMP krn kecemasan self image lih tinggi, perkembangan kognitif
2.       Baselinr self esteem
adl aspek self image yg relatif stabil dari waktu ke waktu. Faktor pembentuk : status ekonomi, pendidikan ortu, gender all.

Perkembangan Kognitif Remaja
-kematangan penuh pada prefrontal cortex
-perubahan level beberapa jenis neurotransmeter

Teori klsik perkembangan kognitif remaja
1.       Tori Piaget
-piaget memandang penting  periode ini
-tahapan : formal operasional (mulai 11 thn)
-intinya menggunakan pemikiran abstrak yg disebut propositional logic : menarik kesimpulan dari kenyataan yg ada
-tidak smua remaja n dewasa bisa mencapai tahap ini

2.       Informational procecimh teory
Perkembangan kognitiv 5 area :
-atensi :fokus pd 1 stimulus, tdk peduli dtimulus lain
-memori : short term memory n working memory
-kecepatan pemrosesan
_kecepatan organisasi
-metakognisi

Perkembangan Moral Remaja
Moral: kesatuan prinsip atau ide yg membantu individe u membedakan benar dan salah, kemudian bertindak berdasarkan perbedaan ini, dan merasa bangga bila bertindak benar dan malu jika melanggarnya.
3komponen moral
komponen afektif terdiri dri perasaan, komponen kognitif, komponen prilaku
Afektif
teori freud

kepribadian terdiri dari id. Ego, super ego
moral saat itu berkembang di motivasi id, u mex kenikmatan, min sakit
ego u kemampuan menunda kepuasan
super ego adl suara hati n ego ideal

perkembangan Moral Stage psikoseksual
laten :6-11
kesabaran n kontrol diri sendiri yg baru
genital (pubertas)
membebaskan diri dari org tua

kognitif : piaget
menekan moral reasoning-pmikiran yg di tujujan anak ketika memutuskan tindakan benar n salah
1: premoral : sampai 5 tahun
sedikit kesadaran ttg peraturan2 sosial
2. Stage moral realism :5-10
moral tdk bisa dirubah n berdasarkan figur otoritas (hitam-putih)
3. Stage relativisme :10-11 tahun
hukum berdasarkan kejahatan hingga ada fungsi mencegah kejahatan yg sama (abu2)

teori Kohlberg
tahap moral
LV1. Preconventional (
hitam putih)
LV2. Moralitas konventional (prthatikan keseimbangan, kalo ak baik kmu harusnya baik jg)
Lv3. Postconventional (berani melanggar jika benar)

komponen Prilaku
teori sosial Bandura
doctrine of specificity: moral affect, moral reasoning n moral behaavior tergantung situasi drpd internalissi prinsip moral
indeks penting dr moralitas adl kemampuan indivudu untuk menahan tekanan u melanggar

                

Rabu, 17 Juli 2013

Obsessive Compulsive Disorder

Pengertian


Sebagian besar diantara kita memiliki pikiran yang tidak dikehendaki dari waktu ke waktu, dan sebagian besar diantara kita memiliki dorongan pada saat ini atau kelak untuk melakukan perilaku tertentu yang memalukan atau bahkan berbahaya. Namun, hanya sedikit diantara kita yang menderita gangguan obsesif-kkompulsif (Obsesive Compulsive Dosorder-OCD), suatu gangguan anxietas dimana pikiran dipenuhi dengan pikiran yang menetap dan tidak dapat dikendalikan dan individu dipaksa untuk terus-menerus mengulang tindakan tertentu, menyebabkan distress yang signifikan dan mengganggu keberfungsian sehari-hari
Jika anda pernah memiliki pikiran yang tampaknya tidak dapat anda hilangkan dari kesadaran, maka anda telah memiliki insight mengenai pengalaman yang disebut dengan obsesi (obssesion) pikiran yang berulang dan menetap, implus-implus, atau dorongan yang menyebabkan kecemasan.
 Orang dengan obsesi menyadari fakta bahwa kognisi ini muncul dari pola pikir mereka yang terganggu dan mereka dengan putus asa berusaha untuk mengabaikan atau menekan pikiran yang mengganggu ini atau mencoba untuk menetralkan pikiran tersebut dengan melakukan suatu tindakan atau mencoba untuk memikirkan hal lain.
Untuk dapat memahami pikiran obsesif, pikirkan saat anda mengaalami perselisihan pendapat dengan seseorang yang penting dalam hidup anda, ketika perselisihan tersebut terus anda ingat dalam pikiran anda selama berjam-jam, bahkan berhari-hari setelahnya. Bahkan, meskipun anda mencoba untuk mengalihkan pikiran anda pada permasalahan lain, anda menyadari bahwa pikiran anda terus mengingat kembali perselisihan tersebut. Mungkin anda mencoba dengan putus asa untuk menghilangkan pikiran ini dengan melakukan aktivitas yang dapat mengalihkan perhatian anda. Kalikanlah intensitas pengalaman ini berkali lipat, pengalaman ini anda alami hampir setiap hari, dan anda akan mengetahui pengalaman orang dengan obsesi klinis.
Banyak orang dengan obsesi berjuang dengan kompulsi. Kompulsi (compulsion) adalah perilaku atau tindakan mental repretitif yang mana seseorang merasa didorong untuk melakukannya dengan tujuan untuk mengurangi ketegangan yang disebabkan oleh pikiran-pikiran obsesif atau untuk mencegah terjadinya suatu bencana. Aktivitas tersebut tidak berhubungan secara realistis dengan tujuan yang ada atau jelas berlebihan.Tidak seperti obsesi yang dapat menyebabkan kecemasan, kompulsi dilakukan sebagai usaha untuk mengurangi kecemasan atau stres.
Jadi dapat disimpulkan penyakit Obsesif-kompulsif ditandai dengan adanya obsesi dan kompulsi. Obsesi adalah gagasan, khayalan atau dorongan yang berulang, tidak di inginkan dan menggagu. Kompulsi adalah desakan atau paksaan untuk melakukan sesuatu yang akan meringankan rasa tidak nyaman dan kecemasan akibat obsesi.
Penderita gangguan ini mungkin telah berusaha untuk melawan pikiran-pikiran menganggu tersebut yang timbul secara berulang-ulang akan tetapi tidak mampu menahan dorongan melakukan tindakan berulang untuk memastikan segala sesuatunya baik-baik saja.

Karakteristik Ganguan Obsesif Kompulsif
Obsesi dan kompulsi yang terjadi menjadi ciri khas OCD sangat berpengaruh terhadap kehidupan yang menjebak individu dalam siklus yang menimbulkan stres dan kecemasan yang mempengaruhi pikiran dan prilaku. Simtom OCD sangat menghabiskan waktu, irasional, dan dapat mengalihkan perhatian serta individu merasa putus asa berharap dapat menghentikannya. Anda dapat membayangkan perasaan stres bagi orang yang pikirannya dipenuhi kekhawatiran mengenai kontaminasi (misalnya kuman), keraguan (misalnya meninggalkan gas dalam keadaan menyala), atau agresi (misalnya ketakutan dapat menyakiti orang lain). Obsesi juga berupa keragu-raguan ekstrem, proktastinasi, dan ketidak tegasan.
Dalam beberapa hal pikiran obsesif sama dengan kekhawatiran yang menjadi ciri gangguan anxietas menyeluruh. Gangguan ini penuh “bagaimana jika” —kekhawatiran berulang yang berlebihan tentang kemungkinan terjadinya peristiwa negatif yang tidak mungkin. Perbedaan diantara kedua gangguan tersebut biasanya adalah para penderita OCD mengalami kekawatiran mereka sebagai “ego alien” atau “ego distonik”. Yaitu mereka menganggap pikiran tersebut sebagai sesuatu yang dimasukkan dari luar diri dan sangat tidak masuk akal., dan jika terdapat perilaku kompulsif kemungkinan seseorang mengalami gangguan delusional atau bahkan mungkin skizofrenia..
            Kita sering kali mendengar orang-orang yang digambarkan sebagai penjudi kompulsif, pelahap makanan kompulsif, dan peminum kompulsif. Banyak individu yang dapat saja menuturkan memiliki dorongan yang tidak dapat ditahan untuk berjudi, makan, dan minum alkohol, namun perilaku semacam itu secara klinis tidak dianggap sabagai suatu kompulsi karena sering kali dilakukan dengan perasaan senang. Kompulsi yang sebenarnya sering dianggap oleh perilaku sebagai sesuatu yang tidak berasal dari dirinya (ego distonik).
Gangguan obsesif-kompulsif berbeda dengan gangguan kepribadian obsesif kompulsif (obsessive-compulsive personality disorder). Individu dengan gangguan kepribadian obsesif kompulsif adalah individu yag kaku dan pencemas yang tidak fleksibel yang tidak memperlihatkan pola pikir dan prilaku yang ekstrem yang menjadi ciri khas orang dengan gangguan obsesif kompulsif. Misalnya, seorang pria dengan gangguan kepribadian obsesif kompulsif mungkin memiliki sistem klasifikasi yang kaku dalam mengatur bukunya dan marah apabila seseorang meletakan bukunya di tempat yang salah. Sebaliknya orang dengan gangguan obsesif kompulsif mungkin memiliki kompulsi untuk memeriksa berulang kali urutan buku yang telah disusunnya di rak untuk memastikan buku-buku tersebut tidak dipindahkan. Jika terjadi sesuatu yang menggagu kebiasaanya dalam memeriksa buku-buku, maka ia merasakan stres yang sangat besar. Seperti yang dapat anda simak, ada beberapa hubungan di antara kedua gangguan tersebut, tetapi juga terdapat bebrapa perbedaan yang penting. Hanya sekitar sepertiga dari penderita OCD yang juga mamahami gangguan kepribadian obsesif kompulsif (Coles dkk., 2007).


Penyebab Obsesif Kompulsif 
  1. Genetik - (Keturunan). Mereka yang mempunyai anggota keluarga yang mempunyai sejarah penyakit ini kemungkinan beresiko mengalami OCD (Obsesif Compulsive Disorder). 
  2. Organik – Masalah organik seperti terjadi masalah neurologi dibagian - bagian tertentu otak juga merupakan satu faktor bagi OCD. Kelainan saraf seperti yang disebabkan oleh meningitis dan ensefalitis juga adalah salah satu penyebab OCD. 
  3. Kepribadian - Mereka yang mempunyai kepribadian obsesif lebih cenderung mendapat gangguan OCD. Ciri-ciri mereka yang memiliki kepribadian ini ialah seperti keterlaluan mementingkan aspek kebersihan, seseorang yang terlalu patuh pada peraturan, cerewet, sulit bekerja sama dan tidak mudah mengalah. 
  4. Pengalaman masa lalu - Pengalaman masa lalu/lampau juga mudah mencorakkan cara seseorang menangani masalah di antaranya dengan menunjukkan gejala OCD.
  5. Gangguan obsesif-kompulsif erat kaitan dengan depresi atau riwayat kecemasan sebelumnya. Beberapa gejala penderita obsesif-kompulsif seringkali juga menunjukkan 
  6. Konflik - Mereka yang mengalami gangguan ini biasanya menghadapi konflik jiwa yang berasal dari masalah hidup. Contohnya hubungan antara suami-istri, di tempat kerja, keyakinan diri.

Etiologi
Kita beralih ke pembahasan mengenai pandangan psikoanalisis, behavioral, kognitif, dan biologis terhadap etiologi gangguan obsesif kompulsif.

Teori psikoanalisi. Dalam teori psikoanalisis, obsesi dan kompulsi dipandang sebagai hal yang sama, yang disebabkan oleh dorongan instingtual, seksual, atau agresif yang tidak dapat dikendalikan karena toilet training yang terlalu keras. Yang bersangkutan kemudian terfiksasi pada tahap anal. Sintom-sintom yang muncul dianggap mencerminkan hasil perjuangan antara id dan mekanisme pertahanan; kadangkala insting agrasif id mendominasi, kadangkala mekanisme pertananan yang mendominasi. Namun demikian, lebih sering sintom-sintom yang muncul mencerminkan bekerjanya salah satu mekanisme pertahanan yang hanya separuh berhasil. Sebagai contoh, seseorang  yang terfiksasi pada tahap anal dapat melalui formasi reaksi menahan dorongan untuk berkotor-kotor dan secara kompulsig menjadi rapi, bersih, dan teratur.
Alfred Adler (1931) memandang gangguan obsesif kompulsif sebagai akibat dari rasa tidak kompeten. Dia percaya bahwa ketika anak-anak tidak terdorong untuk mengembangkan suatu perasaan kompeten oleh orang tua yang terlalu memanjakan atau sangat dominan. Mereka mengalami kompleks inferioritas dan secara tidak sadar dapat melakukan ritual kompulsif untuk menciptakan suatu wilayah dimana mereka dapat menggunakan kendali dan merasa trampil. Adler berpendapat bahwa tindakan kompulsif memungkinkan seseorang sangat terapil dalam suatu hal, bahkan jika suatu hal itu hanya berupa posisi menulis di meja.

Teori Behavior dan Kognitif. Teori behavior menganggap kompulsi sebagai sesuatu yang dipelajari yang dikuatkan oleh reduksi rasa takut (meyer &chesser, 1970). Mencuci tangan secara kompulsi dipandang sebagai respon pelarian operant yang mengurangi kekhawatiran obsesional dan ketakutan terhadap kontaminasi oleh kotoran dan kuman. Sejalan dengan itu, pengecekan secara kompulsif dapat mengurangi kecemasan terhadap apapun bencana yang diantisipasi pasien jika ritual pengecekan tersebut tidak dilakukan. Kecemasan sebagaimana diukur melalui self report (Hudgson & Rachman, 1972) dan respon-respon psikofisiologis (Carr, 1971) memang dapat dikurangi dengan perilaku kompulsif semacam itu. Dalam kerangka kerja ini, tindakan kompulsi sangat sering muncul karena stimuli yang menimbulkan kecemasan sulit disadari. Sebagai contoh, sulit untuk mengetahui kapan kuman muncul dan kapan kuman tersebut telah dihilangkan oleh ritual pembersihan (mineka & Zimbarg, 1996).
Pemikiran lain mengenai pengecekan secara kompulsif adalah bahwa hal itu disebabkan oleh defisit memori. Ketidakmampuan untuk mengingat suatu tindakan secara akurat (seperti mematikan kompor) atau membedakan antara perilaku aktual dan perilaku yang dibayangkan (“mungkin saya hanya berfikir telah mematikan kompor”) dapat membuat seseorang berulang kali melakukan pengecekan. Namum demikian, sebagian besar studi menemukan bahwa penderita OCD, gangguan panik, dan orang-orang normal pada tes mengenai informasi umum. Tidak ada perbedaan diantara ketiga kelompok dalam jumlah jawaban benar. Namun demikian, para pasien penderita OCD kurang yakin dengan jawaban mereka dibanding kelompok normal (Dar dkk., 2000). Dengan demikian bila memori relevan dengan OCD, tampaknya hanya merupakan masalah keyakinan terhadap memori seseorang dan bukan memori itu sendiri.

Faktor Biologis. Encefalitis, cedera kepala, dan tumor otak diasosiasikan dengan terjadinya gangguan obsesif-kompulsif (Jenike, 1986). Ketertarikan difokuskan pada dua area otak yang dapat terpengaruh oleh trauma semacam itu, yaitu lobus frontal dan ganglia basalis, serangkaian nukleisub-kortikal termasuk caudate, putamen, globus pallidus, dan amygdala. Studi pemindaian dengan PET menunjukkan peningkatan aktivasi pada lobus frontalis pasien OCD, mungkin mencerminkan kekhawatiran mereka yang terlebih terhadap pikiran mereka sendiri. Fokus pada ganglia basalis, suatu sistem yang berhubungan dengan pengendalian perilaku motorik, disebabkan oleh relevansinya dengan kompulsi dan juga dengan hubungan antara OCD dan sindrome tourrete. Sindrom Tourette ditandai oleh tics motorik dan vokal dan dikaitkan dengan disfungsi ganglia basalis. Pasien yang menderita Tourette sering kali juga menderita OCP (Sheppard dkk., 1999). Gangguan obsesif kompulsif sering kali dipahami sebagai gangguan genetik (Jonnal, Gardner, Prescott, & Kendler, 2000; Pato, Schindler, & Pato, 2001) yang merefleksikan abnormalitas dalam basal ganglia, area subkortikal pada otak yang melibatkan pengendalian general motorik. Secara spesifik, sistem yang melibatkan glutamat, dopamin, serotonin, dan asetikolin dapat terlibat, mempengaruhi fungsi dari korteks prafrontal (Carlsson, 2001). Oleh karena itu, sirkuit pada otak yang menghubungkan daerah subkortikal dan kortikal yang berfungsi untuk menghambat prilaku tampaknya bekerja secara abnormal pada gangguan ini (Saxena & Rauch, 2000).
Salah satu penjelasan yang mungkin adalah OCD disebabkan oleh suatu sistem neurotransmiter yang berpasangan sengan serotonin; bila dipengaruhi antidepresian, sistem serotonin menyebabkan perubahan pada sistem lain tersebut, yang merupakan lokasi sebenarnya dari efek terapeutik (Barr dkk., 1994). Dopamin dan setikolin diperkirakan merupakan transmiter yang berpasangan dengan serotonin dan memiliki peran yang lebih penting dalam GOK (Rauch & Jenike, 1993).
Terdapat beberapa bukti atas kontribusi genetik pada OCD. Tingkat kejadian gangguan anxietas yang tinggi muncul pada kerabat tingkat pertama pasien penderita OCD (McKeon & Murray, 1987). Prevalensi OCD juga lebih tinggi pasa kerabat tibgkat pertama kasus-kasus OCD dibanding pada kerabat kelompok kontrol (Nestadt dkk., 2000). Dengan demikian, merupakan suatu kemungkinan bahwa faktor-faktor biologis memicu terjadinya gangguan ini pada sementara orang.

Prevalensi
Prevalensi sepanjang hidup gangguan obsesif kompulsif berkisar 2,5% dan sedikit lbih banyak terjadi pada perempuan di banding laki-laki (karno & Goldin, 1991; Karno dkk., 1998; Stein dkk., 1997). Usia onset gangguan ini tampaknya bimodal, yaitu terjadi sebelum usia sepuluh tahun atau pada akhir remaja atau awal masa dewasa (conceicao do rosario-Campos dkk., 2001). Gangguan ini juga dilaporkan terjadi pada anak-anak berusia dua tahun (rapoort, swedo, & Leonardo, 1992). Diantara kasus-kasus terjadinya gangguan pada usia yang lebih dewasa, GOK sering kalo dialami setelah kejadian yang penuh stes, seperti kehamilan, melahirkan, konflik keluarga, atau kesulitan di pekerjaan (klinglen, 1970).
Kemunculan pada usia muda lebih banyak terjadi pada laki-laki dan berkaitan dengan kompulsi membersihkan (Noshirvani dkk., 1991). Dalam suatu episode depresi, para pasien kadang-kadang mengalami gangguan obsesif-kompulsif dan depresi yang signifikan sering ditemukan pada pasien obsesive-kompulsif (Karno dkk., 1998; Rachman & Hudgson, 1980). Gangguan obsesif kompulsif juga menunjukan komorbiditas dengan gangguan anxietas lain, terutama dengan gangguan panik dan fobia (Austin dkk., 1990), dan dengan berbagai gangguan kepribadian (Baer dkk., 1990; Mavissikalian, Hammen & Jones, 1990).
Konsekuensi yang sering terjadi pada gangguan obsesif-kompulsif adalah efek negatif terhadap hubungan dengan orang lain, terutama anggota keluarga. Orang-orang yang terbebani kebutuhan yang tidak dapat ditahan untuk mencuci tangan setiap sepuluh menit, atau menyentuh setiap pegangan pintu yang mereka lalui, atau menghitung setiap keping kramik di lantai kamar mandi kemungkinan menimbulkan kekhawatiran bahkan kemarahan pada pasangan, anak-anak, teman, bahkan rekan-rekan kerja. Dan perasaan antagonistik yang dialami oleh orang-orang dekat tersebut kemungkinan tercampur dengan rasa bersalah karena pada tingkat tertentu mereka memahami bahwa orang tersebut benar-benar tidak dapat menahan dirinya untuk melakukan hal-hal yang tidak masuk akal tersebut.
Efek yang tidak dikehendaki pada orang lain, pada akhirnya, akan menambah konsekuensi negatif, menimbulkan perasaan depresi dan kecemasan enyeluruh pada penderita obsesif-kompulsif dan menjadi awal deteriorasi yang lebih buruk dalam hubungan pribadi. Karena alasan itu para terapis keluarga (Hafner, 1982; Hafner dkk., 1981) berpendapat bahwa gangguan obsesif kompulsif kadang kala tertanam dalam ketegangan perkawinan dan pada kenyataannya mengganti konflik terbuka dalam perkawinan. Hipotesis spekulatif ini memperingatkan untuk mempertimbangkan terapi pasangan dan juga terapi individual.

BERBAGAI PERILAKU GANGGUAN YANG SERING TERJADI : 
  • Membersihkan atau mencuci tangan 
  • Memeriksa atau mengecek 
  • Menyusun 
  • Mengkoleksi atau menimbun barang 
  • Menghitung atau mengulang pikiran yang selalu muncul (obsesif) 
  • Takut terkontaminasi penyakit/kuman 
  • Takut membahayakan orang lain 
  • Takut salah 
  • Takut dianggap tidak sopan 
  • Perlu ketepatan atau simetri 
  • Bingung atau keraguan yang berlebihan. 
  • Mengulang berhitung berkali-kali (cemas akan kesalahan pada urutan bilangan)

Teori dan Treatmen
Gangguan obsesif kompulsif merupakan salah satu masalah psikologis yang paling sulit ditangani, sebagai contoh, studi tindak lanjut yang berlangsung selama 40 tahun menunjukan bahwa hanya 20% pasien yang sembuh total (Skoog & Skoog, 1999). Aliran terapeutik utama memiliki dampak yang berbeda terhadap gangguan yang sulit ini. Namun, terlepas dari jenis dan cara penanganannya, para pasien OCD jarang memperoleh kesembuhan. Walau berbagai macam intervensi dapat mengakibatka perbaikan signifikan, kecenderungan obsesif kompulsif biasanya tetap ada hingga satu titik tertentu, walaupun dalam kontrol yang lebih besar dan dengan penampakan yang lebih sedikit dalam gaya hidup pasien (White & Cole, 1990
Individu dengan OCD memiliki pikiran dan perilaku yang tidak dapat mereka kendalikan, seolah-olah struktur otak mereka yang berhubungan dengan proses ini bekerja terus menerus, berusaha untuk mengendalikan pikiran dan perilaku tersebut. Sejalan dengan scan PET, individu dengan OCD telah meningkatkan tingkat aktivitas pada pusat otak kendali motorik dari bangsal ganglia dan lobus frontal (leocani dkk., 2001; Mataix-Cols dkk., 2004).
Gangguan lainnya yang melibatkan abnormalitas neurokimia yang sama, juga berhubungan dengan gangguan obsesif kompulsif yang berada pada suatu kontinum atau spektrum (Stein, 2000). Spektrum ini mencakup jangkauan yang luas dari gangguan yang meliputi disosiasi, somatisasi, hipokondriasis, gangguan makan, judi yang bersifat patologis, gangguan  kepribadian borderline, dan gangguan yang berhubungan dengan implus yang tidak dapat dikendalikan, seperti menarik rambut, mencubit wajah, belanja yang bersifat kompulsi, dan judi (Bellodi dkk., 2001). Ada juga kemungkinan hubungan antara OCD dan sindrom tourette (dibahas lebih mendetai pada bab 11), ketika individu menunjukan pola  simtom motorik yang abnormal, seperti kedipan yang tidak dapat dikendalikan, mengucapkan sesuatu, dan ekspresi muka menyeringai. Katika gangguan ini saling tumpang tindih, maka gambaran sintom cenderung tampak lebih parah dibandingkan jika satu kondisi yang didiagnosis (Coffey dkk., 1998). Akan tetapi, kecemasan adalah gambaran  yang unik dalam gangguan obsesif kompulsif, bahkan diantara orang-orang yang memiliki sintom seperti toutette (Cath dkk., 2001).
Sama pentingnya dengan konsep biologis adalah pemahaman dan treatmen OCD, tetapi konsep tersebut tidak memberikan penjelasan yang lengkap dan spesifik perilaku menambahkan dimensi yang penting. Ahli teori yang berorientasi pada perilaku telah lama memusatkan perhatiannya pada kemungkinan bahwa sintom OCD menjadi semakin kuat melalui proses pengondisian , ketika perilaku mereka diasosiasikan dengan pelepasan kecemasan yang bersifat sementara.
Perspektif kognitif-perilaku memusatkan perhatian pada pola pikir maladaptif yang memberikan kontribusi terhadap perkembangan dan menetapnya simtom OCD. Individu dengan OCD mungkin berekasi secara berlebihan terhadap peristiwa yag menimbulkan kecemasan yang terjadi di lingkungannya (Kumari dkk., 2001). Diasumsikan bahwa klien dengan ngangguan ini merasa terganggu dengan pikiran yang berhubungan dengan kebutuhan untuk menciptakan kesempurnaan. Adanya keyakinan bahwa mereka bertanggung jawab atas kerugian yang dialami oleh orang lain, dan merasa khawatir terhadap kemungkinanterjadinya bahaya (Jones & Menzies, 1997;Salkovskis dkk., 2000; Shafran, 1997). Mereka kemudian bergulat dengan gambaran yang mengganggu yang berhubungan dengan pikiran-pikiran tersebut dan mencoba untuk melakukan represi atau menghilangkannya dengan melakukan ritual komplusi. Semakin mereka mencoba untuk melakukan represi terhadap pikiran-pikiran tersebut, semakin besar ketidak nyamanan yang mereka rasakan dan ketidakmampuannya dalam menghentikan pikiran tersebut.
Treatment
intervensi yang paling berpeluang dalam menangani individu dengan gangguan obsesif kompulsif bersumber pada pendekatan biologis dan psikologis yang biasanya dikombinasikan dengan treatmen yang integral (Jenike, 2004). Sejauh ini tretment yang klomipramina (clomipramine) atau pengobatan yang berfungsi menghambat serotonin, seperti fluoxetine (Prozac) atau sertraline (Zoloft) telah terbukti sebagai pengobatn biologis yang paling efektif yang tersedia bagi gangguan obsesif kompulsif (Foa dkk., 2005). Kegembiraan yang diakibatkan adanya cerita sukses terhadap penggunaan pengobatan ini telah mengarahkan pada perkembangan pengobatan yang terbaru yang telah menunjukan hasil yang menjanjikan bagi individu yang tidak berespon dengan klomipramina atau fluoxetine.
Sebagian besar klinisi merekomendasikan intervensi psikologis dibandingkan dengan pemakaian obat atau sebagai pelengkap treatmen (Foster & Eisler, 2001). Misalnya, menghentikan pikiran direkomendasikan untuk membantu beberapa klien untuk mengurangi pikiran yang bersifat obsesi, jika dihadapkan pada situasi yang memancing munculnya ritual kompulsi dan obsesi. Respon pencegahan juga dapat digunakan yang mengarahkan klinisi meminta klien untuk berhenti melakukan seluruh prilaku kompulsinya atau dalam beberapa tahap (Salkovskis & Westbrook, 1989). Beberapa ahli menganjurkan treatmen yang menghadapkan individu secara langsung terhadap obsesi yang ditakuti (exposure) maupun pencegahan ritual yang mengikuti obsesi (Franklin dkk., 2000, (steketee, 1998) menjelaskan bahwa exposure membantu mengurangi kecemasan terhadap obsesi, sementara pencegahan respon mengendalikan ritual individu. Sebagai contoh, Steketee menggambarkan treatment nya pada seorang waniita yang secara kompulsif memeriksa tepi baju dan kancing dari pakaian anaknya karena terobsesi dengan gagasan irasional bahwa jumlah dan aktivitas tertentu berhubungan dengan setan. Steketee membantu kliennya dalam mengenali ide obsesifnya dan ritual yang menyertainya; informasi tersebut digunakan untuk menyusun hierarki peningkatan situasi obsesi dan ritual yang dihubungkan dengannya. Situasi spesifik-seperti memasang kancing baju pada anak atau memiliki pemikiran yang menimbulkan kemarahan pada anaka atau bahkan membaca mengenai setan atau iblis-dipilih untuk dihadapkan langsung kepada klien. Setiap langkah yang dilakukan, klien memberikan persetujuannya untuk tidak melakukan ritual apapun, seperti memeriksa atau mengulang yang sebelumnya hal tersebut dapat menghilangkan kecemasannya. Dalam usaha untuk membuat wanita tersebut merasa nyaman dalam kesulitannya yang besar dalam berhadapan dengan kata yang diasosiasikan dengan setan, wanita tersebut melakukan berbagai hal tang menarik yang berhubungan dengan objek yang ditakutinya, ia mulai menyajikan devil’s fod cake (kue yang penuh dengan coklat) dan deviled egg (telur yang penuh dengan bumbu), juga menuliskan kata iblis dan setan pada buku pertemuannya. Meskipun tidak ada pengobatan yang terjadi secara cepat dan ajaib, selama beberapa waktu, wanita tersebut merasa mengalami peningkatan sebesar 80 hingga 90 persen dibandingkan saat pertama dia datang untuk menjalani treatment.

Sayangnya pada beberapa orang, baik intervensi farmakologi ataupun psikoterapi tidak membantu individu. Pada kasus ekstem yang melibatkan orang dengn simtom melumpuhkan dapat dilakukan intervensi radikal seperti psikosurgeri. Singulotomi melibatkan pembedahan yang dengan teliti dilakukan pada cingulate bundle, suatu area pada sistem limbik yang di implikasikan oleh peneliti berpengaruh terhadap perkembangan perilaku kecemasan dan kompulsi. Tengkorak kepala dilubangi dengan lubang kecil dengan diameter kurang dari 2cm, kemudian secara hati-hati diletakan elektroda pada setiap  cingulate bundle. Penempatan yang tepat kadang diuji dengan tampilan resonansi magnetik.